Pages

Jumat, 30 April 2021

Tentang Hutang Piutang Dan Amalannya


                  Dalam konsep Islam, utang piutang merupakan akad (transaksi ekonomi) yang mengandung nilai ta‟awun (tolong menolong). Dengan demikian utang piutang dapat dikatakan sebagai ibadah sosial yang dalam pandangan Islam juga mendapatkan porsi tersendiri. Utang piutang juga memiliki nilai luar biasa terutama guna bantu membantu antar sesama yang bagi yang tidak mampu secara ekonomi atau sedang membutuhkan. Keinginan yang begitu baik, maka tujuan utang piutang tolong menolong, transaksi ini terlepas dari unsur komersial dan usaha yang berorientasi pada keuntungan. Kata utang dalam penyebutanya terdapat dua buah kata, yakni kata dayn dan kata qardh. Dalam tulisan ini penulis akan mencoba membahas beberapa permasalahan yang menyangkut tentang utang dengan melampirkan dalil Al-Quran dan Hadis sebagai penguat dalam pembahasannya.

                  Hutang piutang dalam hukum Islam hukumnya diperbolehkan dan dapat dinyatkan sah, apabila terpenuhinya rukun dan syarat, salah satunya yaitu tidak adanya tambahan baik berupa uang maupun barang yang disebut riba. Pada hakikatnya hutang piutang dalam Islam dilakukan atas dasar tolong menolong untuk kebaikan. Islam adalah agama yang sempurna dan rahmatan lil’alamin (membawa manfaat bagi alam semesta) yang mengatur semua aspek kehidupan manusia yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW. Salah satu yang diatur adalah masalah aturan atau hukum, baik yang berlaku secara individual maupun sosial, atau lebih tepatnya Islam mengatur kehidupan bermasyarakat. Allah SWT telah menciptakan manusia agar saling membutuhkan pertolongan satu sama lain, dan pada hakikatnya manusia juga disebut sebagai makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain untuk kelangsungan hidupnya.

 

      Assalamualaikum Wr. Wb.

 

                 Dengan ridho Allah Swt., maka ia akan selamat dengan kebaikan. Akan tetapi bila kosong dari keilmuan dan keimanan, maka ia akan tersesat dengan tingkah laku keburukan. Maka sambutlah Kitab Allâh Azza wa Jalla dan Sunnah Nabi Shallallahu‘alaihi wa sallam dengan penuh antusias, pembahasan kali ini mengenai hutang piutang; agar kita bisa melunasi hutang dan mendapatkan rahmat-Nya. Dalam Al-Quran dan Sunnah terdapat cahaya dan petunjuk; terdapat ruh dan kehidupan, yang membentengi dari syetan dan godaannya.

 

                  Hubungan manusia sebagai makhluk sosial ini dikenal dengan isitilah mu‟amalah. Hukum-hukum mengenai muamalah telah dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur‟an dan dijelaskan pula oleh Rasullullah dalam As-Sunnah. Adanya penjelasan itu perlu, karena manusia memang sangat membutuhkan keterangan masalah tersebut dari kedua sumber utama hukum Islam. Juga karena manusia memang membutukan makanan untuk memperkuat kondisi tubuh, membutuhkan pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan lainnya yang digolongkan sebagai kebutuhan primer yaitu kebutuhan pokok dan kebutuhan sekunder manusia dalam hidupnya. Dan hukum-hukum mengenai muamalah diatur karena agar terhindarnya manusia berbuat curang dan tidak adil atau mementingkan diri sendiri dibandingkan kemaslahatan bersama dan sifat tamak yang kadang ada pada diri manusia tersebut.

                  Kebutuhan manusia beragam, terus bertambah dan meningkat. Mulai dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan juga kebutuhan lainya seperti pembiyayaan rumah sakit, anak sekolah, dan dana tambahan untuk memulai atau mengembangkan bisnis. Pemenuhan kebutuhan ini salah satunya dengan jalan meminjam uang ke saudara, teman, ataupun ke lembaga keuangan. Berhutang dengan cara meminjam uang, merupakan salah satu cara masyarakat dalam bermu‟amalah demi memenuhi kebutuhan mendesak yang diakibatkan oleh permasalahan perekonomian dan keuangan yang tidak stabil. Kegiatan hutang piutang dengan cara meminjam uang adalah salah satu kebutuhan manusia dimana kegiatan ini telah dilakukan masyarakat sejak masyarakat mengenal uang sebagai alat pembayaran yang sah. Hampir seluruh masyarakat telah menjadikan tradisi pinjam-meminjam uang sebagai salah satu cara untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomiannya dan meningkatkan taraf kehidupan mereka. Oleh karena itu manusia disebut makhluk sosial yang artinya makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud riba menurut Al-Mali, riba adalah akad yang terjadi atas pertukaran barang atau komoditas tertentu yang tidak di ketahui perimbangannya menurut ukuran syara‟, ketika berakad atau dengan mengakhiri takaran kedua belah pihak atau salah satu dari keduanya. Menurut Abdul Rahman Al-Jaziri, riba adalah akad yang terjadi dengan pertukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut syara‟ atau terlambat salah satunya. Pendapat lain dikemukakan oleh Syeh Muhammad Abdullah bahwa riba adalah penambahan-penambahan yang disyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan. Hal-hal yang Menimbulkan Riba Dalam pelaksanaanya, maslah riba diawali dengan adanya rangsangan seseorang untuk mendapatkan keuntungan yang dianggap besar dan menggiurkan. Dalam kaitan ini mengemukakan, bahwa jika seseorang menjual benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari dua macam mata uang, yaitu emas, perak, dan yang lainnya, maka disyaratkan sebagai berikut:

      a. Sama nilainya (tamsul).

      b. Sama ukurannya menurut syara‟, baik timbangannya, takarannya maupun ukurannya.

      c. Sama-sama tunai (taqabut) di majelis akad. Al-Qardh Sebagai Bentuk Akad Sebelum memasuki pembahasan tentang pengertian dan dasar hukum dari Al-Qardh, di sini akan dibahas terlebih dahulu mengenai berbagai macam akad dalam Lembaga Keuangan Syariah yang didalamnya terdapat akad qardh atau yang kita sebut hutang piutang. Dalam konteks masalah muamalah berkaitan dengan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari, cakupan hukum muamalat sangat luas dan bervariasi, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat umum, seperti perkawinan, kontrak atau perikatan, hukum pidana, peradilan dan sebagainya.

                  Pembahasan muamalah terutama dalam masalah ekonomi tentunya akan sering kali ditemui sebuah perjanjian atau akad. Akad merupkan peristiwa hukum antara dua pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah menurut syara‟ dan menimbulkan akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah bentuk kontrak, maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar sebuah instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keungan Syariah Akad menjadi hal yang terpenting. Hal ini terkait dengan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam Islam. Akad merupkan peristiwa hukum antara dua pihak yang berisi ijab dan kabul, secara sah menurut syara‟ dan menimbulkan akibat hukum. Jika kita kaitkan dengan sebuah bentuk kontrak, maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar sebuah instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keuangan Syariah Akad menjadi hal yang terpenting. Hal ini terkait dengan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam Islam.

 

      Menurut ulama Hanafiyah:

 

     اﻟﻘﺮض ھﻮ ﻣﺎ ﺗﻌﻄﯿﮫ ﻣﻦ ﻣﺎ ل ﻣﺜﻠﻲ ﻟﺘﺘﻘﺎ ﺿﺎ ه ، او ﺑﻌﺒﺎ رﺓ أﺧﺮى ھﻮ ﻋﻘﺪ ﻣﺨﺼﻮﺹ ﯾﺮﺩﻋﻠﻰ ﻓﻊ ﻣﺎ ل ﻣﺜﻠﻲ ﻣﺜﻠﮫ ﺧﺮﻟﯿﺮﺩ

 

      Artinya: Qardh adalah harta yang diberikan kepada orang lain dari mal mitsli untuk kemudian dibayar atau dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qardh adalah suatu perjanjian yang khusus untuk menyerahkan harta (mal mitsli) kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti yang diterimanya. Jelasnya, qardh atau hutang piutang adalah akad tertentu antara dua pihak, satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain dengan ketentuan pihak yang menerima harta mengembalikan kepada pemiliknya dengan nilai yang sama.

 

                  Dalam bermu‟amalah sehari-hari seperti berhutang sudah pasti tidak lepas dari ketentuan syari‟at islam baik yang tercantum dalam Al-Quran maupun As Sunnah. Adapun dasar hukum hutang piutang yaitu:

      A. Dasar dari Al-Quran adalah firman Allah SWT:

           1. Surah Al-Baqarah (2) ayat 245:

 

     مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

 

      Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan.

 

           2. Surah Al-Hadid (57) ayat 11:

 

     مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗ وَلَهٗٓ اَجْرٌ كَرِيْمٌ

 

      Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang banyak.

 

           3. Surah At-Taghabun (64) ayat 17:

 

     اِنْ تُقْرِضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا يُّضٰعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ شَكُوْرٌ حَلِيْمٌۙ

 

      Artinya: Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Ayat-ayat tersebut pada dasarnya berisi kebolehan melakukan Qardh (memberikan hutang) kedapa orang lain dan imbalannya adalah dilipatgandakan oleh Allah swt.

            Dari sisi muqridh (orang yang memberikan hutang), islam menganjurkan kepada ummatnya untuk memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan dengan cara memberikan hutang. Dari muqtaridh, berhutang bukan perbuatan yang dilarang, melainkan dibolehkan karena seseorang berhutang dengan tujuan untuk memanfaatkan barang atau uang yang dihutangnya itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan ia akan mengembalikannya persis seperti yang diterimanya.

                  Adapun hikmah disyariatkan qardh (hutang piutang) dilihat dari sisi yang menerima utang atau pinjaman (muqtaridh) adalah membantu mereka yang membutuhkan. Ketika seseorang sedang terjepit dalam kesulitan hidup, seperti kebutuhan biaya untuk masuk sekolah anak, membeli perlengkapan sekolahnya, bahkan untuk makanannya, kemudian ada orang yang bersedia memberikan pinjaman uang tanpa dibebani tambahan bunga, maka beban dan kesulitannya untuk sementara dapat teratasi. Dilihat dari sisi pemberi pinjaman (muqridh), qardh dapat menumbuhkan jiwa ingin menolong orang lain, menghaluskan perasaannya, sehingga ia peka terhadap kesulitan yang dialami oleh saudara, teman atau tetangganya. Hutang piutang yang terjadi harus sesuai dengan ajaran syari‟at islam yaitu tanpa adanya tambahan atau pengurangan jumlah uang tunai yang biasa kita sebut riba. Riba dilarang oleh syari‟at islam sesuai dengan firman Allah dalam Alqur‟an Surat Al-baqarah ayat 275, yaitu:

 

     اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

 

      Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba. Ada dua macam penambahan pada qardh (utang-piutang), yaitu sebagaimana berikut ini:

           a. Penambahan yang disyaratkan. Demikian ini dilarang berdasarkan ijma‟. Begitu juga manfaat yang disyaratkan, seperti perkataan: “Aku memberi utang kepadamu dengan syarat kamu memberi hak kepadaku untuk menempati rumahmu,” atau syarat manfaat lainnya. Demikian ini termasuk rekayasa terhadap riba.

           b. Jika penambahan diberikan ketika membayar utang tanpa syarat, maka yang demikian ini boleh dan termasuk pembayaran yang baik berdasarkan hadits yang telah dikemukakan di pasal dasar al-qardh (utang-piutang). Tatkala pengembalian barang pinjaman, yang diwajibkan adalah seimbang kadarnya. Oleh karena itu, kedua belah pihak disyaratkan harus mengetahui kadar dan sifat barang yang dipinjamkan. Tujuannya adalah agar keseimbangannya benar-benar bisa diwujudkan. Dengan demikian, pengembalian barang pinjaman, baik yang berpotensi riba ataupun bukan, kadarnya harus sama, tidak boleh lebih sedikit, juga tidak boleh lebih berkualitas atau lebih jelek. Demikianlah hukum dasarnya. Namun demikian, kelebihan kadar dan sifat, asalkan tidak disyaratkan, masih dibolehkan. Al-Qur‟an menyinggung masalah riba dalam berbagai tempat dan tersusun secara kronologis berdasarkan urutan waktu. Pada periode Mekkah, turun firman Allah swt yang berbunyi:

      Surah Ar-Rum: Ayat 39 :

 

     وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۠ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِ ۚوَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ

     

      Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

 

      Pada periode Madinah, turun ayat yang mengharamkan riba secara jelas jelasan, yaitu seperti tercantum dalam Surah Ali-Imran ayat 130:

 

     يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ

 

      Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

 

      Adapun hikmah diharamkannya riba adalah sebagai berikut:

      1.  Melindungi harta orang muslim agar tidak dimakan secara batil.

      2. Memotivasi orang muslim untuk menginvestasikan hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari penipuan, jauh dari apa saja yang menimbulkan kesulitan dan kemarahan di antara kaum muslimin, misalnya, dengan cocok taman, industri, bisnis yang benar, dan sebagainya.

      3. Menutup seluruh pintu bagi orang muslim yang dapat memusuhi dan menyusahkan saudaranya, serta membuat benci dan marah kepada saudaranya.

      4. Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan, karena pemakan riba adalah orang yang zhalim dan akibat kezhaliman adalah kesusahan.

      5. Membuka pintu-pintu kebaikan di depan orang muslim agar ia mencari bekal untuk akhirnya, misalnya dengan memberi pinjaman kepada saudara seagamanya tanpa meminta uang tambahan atas utangnya (riba), memberi tempo waktu kepada peminjam hingga bisa membayar utangnya, memberi kemudahan keapadanya, dan menyayanginya kaerena ingin mendapatkan keridhaan Allah swt. Itu semua bisa menebarkan kasih sayang sesama kaum muslimin dan menimbulkan jiwa persaudaraan sesama mereka.

 

Saudaraku yang baik hati mari kita kembali mengingat pesan penting dalam Al-Quran dan Al-Hadits tentang perkara utang-piutang :

1. Jangan pernah tidak mencatat utang piutang.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚسورة البقرة

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS Al-Baqarah : 282)

2. Jangan pernah berniat tidak melunasi utang.

عَنْ رَسُولِ اللَّهِ قَالَ ‏‏أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا . رواه ابن ماجة

“Siapa saja yang berutang, sedang ia berniat tidak melunasi utangnya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri.” (HR Ibnu Majah ~ hasan shahih)

3. Punya rasa takut jika tidak bayar utang, karena alasan dosa yang tidak diampuni dan tidak masuk surga.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ‏ “‏ يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ ‏”‏ ‏.‏ رواه مسلم

“Semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali utang”. (HR Muslim)

4. Jangan merasa tenang kalau masih punya utang.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏”‏ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ‏”‏ ‏.‏ رواه ابن ماجة

“Barangsiapa mati dan masih berutang satu dinar atau dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan (diambil) amal kebaikannya, karena di sana (akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR Ibnu Majah ~ shahih)

5. Jangan pernah menunda membayar utang.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ‏ “‏ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ ‏”‏‏.‏ رواه البخاري 2287 ، مسلم 1564 ، النسائي ، ابو داود 3345 ، الترمذي

“Menunda-nunda (bayar utang) bagi orang yang mampu (bayar) adalah kezaliman.” (HR Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi)

6. Jangan pernah menunggu ditagih dulu baru membayar utang.

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏”‏ أَعْطُوهُ فَإِنَّ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ أَحْسَنَهُمْ قَضَاءً ‏”‏‏.‏ رواه البخاري ، مسلم ، النسائي  ، ابو داود ، الترمذي

“Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam pembayaran utang. (HR Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi)

7. Jangan pernah mempersulit dan banyak alasan dalam pembayaran utang.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ “‏ أَدْخَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رَجُلاً كَانَ سَهْلاً مُشْتَرِيًا وَبَائِعًا وَقَاضِيًا وَمُقْتَضِيًا الْجَنَّةَ ‏”‏ ‏.‏ رواه ابن ماجة  ، النسائي

“Allah ‘Azza wa jalla akan memasukkan ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, dan melunasi utang.” (HR An-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

8. Jangan pernah meremehkan utang meskipun sedikit.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ “‏ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ ‏”‏. رواه الترمذي ، ابن ماجة

“Ruh seorang mukmin itu tergantung kepada utangnya sampai utangnya dibayarkan.” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

9. Jangan pernah berbohong kepada pihak yang memberi utang.

قَالَ ‏”‏ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ ‏”‏‏.‏ البخاري ، ، مسلم ، ابو داود  ، النسائي ،

“Sesungguhnya, ketika seseorang berutang, maka bila berbicara ia akan dusta dan bila berjanji ia akan ingkar.” (HR Bukhari dan Muslim)

10. Jangan pernah berjanji jika tidak mampu memenuhinya.

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًاسورة الإسراء

“… Dan penuhilah janji karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban ..” (QS Al-Israa’: 34)

11. Jangan pernah lupa membalas kebaikan orang yang telah memberi utang walaupun hanya dengan do’akan kebaikan.

وَمَنْ آتَى إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَعْلَمُوا أَنْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ ‏”‏ ‏.‏ رواه النسائي ، ابو داود

“Barang siapa telah berbuat kebaikan kepadamu, balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak menemukan apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdoalah untuknya sampai engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya.”uh (HR An-Nasa’i dan Abu Daud)

      Telah lulus uji coba praktek pengobatan alternatif medis dan non medis kami disini Klinik Hati memberikan pelayanan terapi dan motivasi kepada pasien.

 

                  Nah, demikianlah ulasan lengkap yang bisa kami berikan kali ini mengenai hutang piutang. Agar anda dipermudah urusan utang dengan pemahaman atau memperoleh manfaat dari materi diatas, semoga senantiasa diberi izin atas nikmat dan berkah dari Allah SWT.

 

      Semoga bermanfaat, Wallahu A'lam Bishowab.

 

      Jika ingin mengetahui secara lebih terperinci lagi, bisa Anda konsultasikan kepada Ustadz Imam Teguh, Lc yang beralamatkan di Jalan Kinibalu No. 26 B / 42 Rt01/13 Kel.Sidanegara, Kec.Cilacap Tengah Kab.Cilacap JAWA TENGAH  atau di nomor WA 0821 1541 1233

 

     Waalaikumsalam Wr.Wb.

 

      


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar